Rabu, 16 Februari 2011

APBN

Perkembangan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode 2005-2008
menunjukkan adanya tren kenaikan dengan rata-rata petumbuhan sebesar 25,6 persen.
Pertumbuhan tersebut terjadi baik pada penerimaan dalam negeri maupun hibah yang
masing-masing rata-rata tumbuh sebesar 25,6 persen dan 20,9 persen. Secara lebih rinci,
dalam periode 2005-2008, pertumbuhan penerimaan dalam negeri didukung oleh
pertumbuhan penerimaan perpajakan yang rata-rata tumbuh sebesar 23,8 persen dan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 29,7 persen. Peningkatan realisasi pendapatan
negara dan hibah tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi makroekonomi,
faktor eksternal, dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah selama periode 2005-2008.

Secara umum, kebijakan perpajakan diarahkan untuk terus meningkatkan penerimaan tanpa
membebani perkembangan dunia usaha. Dalam hal ini, tiga strategi yang diterapkan
Pemerintah adalah dengan melakukan (a) reformasi di bidang administrasi, (b) reformasi di
bidang peraturan dan perundang-undangan, dan (c) reformasi di bidang pengawasan dan
penggalian potensi. Selain itu, dalam tahun 2009 Pemerintah telah mencanangkan pro-
gram reformasi perpajakan jilid II sebagai kelanjutan dari reformasi perpajakan jilid I yang
telah selesai pada tahun 2008. Fokus utama program reformasi perpajakan jilid II adalah
peningkatan manajemen sumber daya manusia serta peningkatan teknologi informasi dan
komunikasi. Program reformasi perpajakan jilid II ini dikemas dalam bentuk Project for
Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR). Di bidang PNBP, kebijakan yang diambil
lebih diarahkan untuk mengoptimalkan penerimaan dengan menerapkan kebijakan antara
lain (1) peningkatan produksi/lifting migas; (2) peningkatan kinerja BUMN; (3) melakukan
penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan; (4) identifikasi potensi PNBP;
dan (5) peningkatan pengawasan PNBP kementerian negara/lembaga.

Pada tahun 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah sedikit mengalami pelambatan
seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Sampai dengan akhir tahun 2009,
realisasi pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp872,6 triliun atau turun
11,1 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2008. Penerimaan dalam negeri turun
11,0 persen, dengan perincian penerimaan perpajakan turun 1,0 persen dan PNBP turun
31,5 persen. Faktor-faktor yang menyebabkan melambatnya penerimaan antara lain relatif
rendahnya Indonesian crude oil price (ICP), yaitu dari US$97,0 per barel pada tahun 2008
menjadi US$61,0 per barel pada tahun 2009 dan menurunnya volume serta nilai perdagangan
internasional.

Untuk mengurangi dampak buruk dari melambatnya laju perekonomian sebagai imbas dari
krisis ekonomi global, Pemerintah telah mengambil kebijakan countercyclical pada awal
tahun 2009. Kebijakan countercyclical tersebut dikemas dalam bentuk pemberian paket





Sebagai salah satu instrument kebijakan fiskal, anggaran belanja pemerintah pusat
memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama
dalam meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena
besaran dan komposisi anggaran belanja pemerintah pusat, dalam operasi fiskal
pemerintah, mempunyai dampak yang signifikan pada permintaan agregat dan output
nasional, serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Selain itu,
peranan penting anggaran belanja pemerintah pusat dalam perekonomian, sebagai salah
satu perangkat kebijakan fiskal, juga berkaitan dengan ketiga fungsi utama anggaran
belanja pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.

Melalui pelaksanaan ketiga fungsi utama kebijakan fiskal tersebut, perencanaan dan
pengelolaan anggaran belanja pemerintah pusat memainkan peranan yang sangat
strategis dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja ekonomi makro, serta mengatasi
berbagai masalah-masalah fundamental dalam perekonomian, seperti mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas
ekonomi khususnya stabilitas harga; menciptakan dan memperluas lapangan kerja
produktif untuk menurunkan tingkat pengangguran; serta memperbaiki distribusi
pendapatan dan mengatasi kemiskinan.

Pertama, melalui fungsi alokasi, anggaran belanja pemerintah pusat yang dimanfaatkan,
baik untuk membiayai berbagai program dan kegiatan investasi produktif, seperti belanja
modal untuk: (1) penyediaan berbagai infrastruktur dasar (yaitu jalan dan jembatan;
angkutan sungai, danau dan penyeberangan; transportasi darat, prasarana kereta api,
berbagai pelabuhan, dan bandar-bandar udara) dan energi (kelistrikan dan energi
alternatif lainnya); (2) pembangunan infrastruktur pertanian (irigasi, optimalisasi/
konservasi/reklamasi lahan, dan pengembangan agrobisnis) untuk mendukung
pencapaian program ketahanan pangan; dan (3) pengembangan infrastruktur dalam
rangka rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana alam; maupun untuk membiayai
berbagai pengeluaran atau belanja barang dan jasa (konsumsi) pemerintah dalam
mendorong permintaan agregat, memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
mendorong upaya percepatan pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang
berkualitas, memperbaiki kesejahteraan masyarakat, dan mencapai berbagai sasaran
pembangunan strategis lainnya sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP).

Kedua, melalui fungsi stabilisasi, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang
digunakan untuk penyediaan berbagai jenis subsidi, baik subsidi harga barang-barang
kebutuhan pokok (price subsidies), maupun subsidi langsung ke obyek sasaran (targeted
subsidies), berperan sangat penting dalam meringankan beban masyarakat dalam
memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus menjaga agar produsen mampu
menghasilkan produk, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan